Ternate, HN – Komunitas Slavery pada Kamis, 3 Februari 2022 menggelar aksi diam terkait perubahan iklim dan kerusakan lingkungan di Maluku Utara.
Aksi diam ini dilakukan di depan taman kota Landmark, Ternate, sekitar pukul 15.30 WIT.
Koordinator aksi, Alfian Djiko, mengatakan ancaman dan dampak perubahan iklim itu karena naiknya permukaan air laut yang membuat hilangnya pulau-pulau kecil di Indonesia, termasuk di Maluku Utara.
“Salah satu pulau kecil yang terancam tenggelam dan memprihatinkan, bahkan diketahui banyak orang yakni pulau Pagama di Kepulauan Sula,” kata Alfian.
“Selain itu ada juga kerusakan lingkungan terjadi karena dampak dari keberadaan perusahaan di Desa Wailoba, Kecamatan Mangoli Tengah, yang dinilai merugikan warga setempat karena merusak lahan warga,” sambungnya.
Ia menjelaskan, dampak perubahan iklim tidak terlepas dari aktivitas penebangan pohon skala besar dan peran pertambangan yang merusak, serta perkebunan monokultur yang luas seperti kelapa sawit.
“Harapan kita agar warga Maluku Utara, terutama Kota Ternate memiliki kesadaran bersama agar berpartisipasi dalam masalah kerusakan lingkungan seperti ini, karena masih banyak lagi jika ditelusuri lebih dalam,” jelasnya.