Malam Ela-ela atau perayaan malam Lailatul Qadar adalah momentum terbaik yang selalu dinantikan umat muslim.
Bagi umat muslim Maluku Utara, malam Ela-ela yang sering dibuat pada malam ke-27 ramadhan ini, adalah hari yang sangat penting untuk dirayakan.
Biasanya, tradisi untuk merayakan malam tersebut, warga membuat obor atau lampion tradisional yang dipasang di depan rumah maupun tempat-tempat umum.
Obor yang digunakan terbuat dari bambu, sedangkan lampion kerap dari botol-botol bekas yang diisi dengan sumbu dan minyak tanah.
Selain itu, di beberapa daerah di Maluku Utara mereka juga akan mengelilingi kampung dengan membawa obor tersebut, sambil berdoa dan berzikir secara bersama dengan para imam masjid hingga anak-anak.
Membawa obor tersebut seperti menyalakan malam Lailatul Qadar, yakni malam turunnya ayat-ayat pertama Al-Quran kepada Nabi Muhammad SAW. Malam yang penuh cahaya.
Warga memang bergembira menyambut turunnya malam yang disebut lebih baik dari seribu bulan ini.
Namun, kegembiraan ini tidak asal-asalan, mereka melantunkan doa serta zikir pada malam tersebut. Bentuk kegembiraan yang yang tampak dengan nilai spiritual.
Saat ini, Pemerintah Kota Ternate tengah membuat kebijakan soal pembatasan perayaan malam Ela-ela dengan alasan pandemi Corona. Warga kemudian dilarang berkerumun untuk memutuskan mata rantai penyebaran virus tersebut.
Kendati begitu, perayaan ini akan tetap dibuat di Kedaton Kesultanan Ternate. Rasanya agak sedikit kecewa ketika ada pembatasan malam Ela-ela ini.
Karena malam Ela-ela selain soal cahaya turunnya ayat-ayat Al-Quran–cahaya yang penuh rahasia, yang sedang berlomba-lomba diraih oleh umat muslim pada 10 malam terakhir ramadhan. Malam Ela-ela juga tradisi yang sarat nilai spiritual dengan pemahaman hakikat keislaman yang harus terus dijaga.
Merayakan malam Ela-ela adalah menjaga cahaya kearifan orang Maluku Utara, yang sudah dijaga secara turun-temurun. Berabad-abad lamanya.