Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang yang disusun secara nasional, regional, dan lokal (UU Nomor 27 Tahun 2007).
Sedangkan struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.
Pola ruang adalah distribusi peruntukkan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukkan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukkan ruang untuk fungsi budi daya (kamus istilah pengembangan wilayah).
Hierarki penataan ruang dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, memang belum spesifik menjabarkan penataan ruang hingga ke tingkat desa, namun dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 atau undang-undang desa merupakan jalan konstitusional bagi desa untuk mengatur, mengelolah, dan memanfaatkan potensi desa.
Pada pasal 69 ayat (4) UU desa dijelaskan bahwa: “Rancangan peraturan desa tentang anggaran pendapatan dan belanja desa, pungutan, tata ruang, dan organisasi pemerintah desa harus mendapatkan evaluasi dari bupati/wali kota sebelum ditetapkan menjadi peraturan desa.”
Dengan hadirnya pasal di atas, secara tidak langsung memberikan kewenangan kepada desa untuk menyusun produk/aturan mengenai tata ruang desa.
Ada beberapa faktor yang membuat penyusunan dokumen/peraturan tata ruang desa bersifat strategis dan penting untuk dibuat di setiap desa.
Pertama, untuk mewujudkan dokumen RPJMDes yang baik, terencana, berkesinambungan serta mampu menanfatkan semua potensi desa, maka sangat diperlukan dokumen/peraturan tata ruang desa sebagai acuan penyusunan RPJMDes.
Kedua, dengan adanya dokumen/peraturan tata ruang desa dapat meminimalisir konflik kepentingan di tingkat desa. Pembangunan yang tidak disertai perencanaan atau dengan kata lain tidak memiliki dokumen/peraturan rencana tata ruang desa akan berpotensi memicu konflik kepentingan antara desa dengan desa (batas desa), antara desa dengan pihak swasta (investor) yang berkepentingan atas sumber daya alam yang ada di desa.
Konflik kepentingan yang terjadi di tingkat desa merugikan pihak desa dan masyarakat desa, seperti kerusakan lingkungan, hilangnya potensi/sumber pendapatan desa, dll.
Ketiga, perencanaan tata ruang yang disusun langsung di tingkat desa, akan bisa lebih memaksimalkan potensi pemanfaatan kawasan untuk kepentingan masyarakat. Misalnya pemanfaatan kawasan hutan, pertanian dan pariwisata, dll.
Dari alasan-alasan di atas maka tata ruang desa bersifat strategis dan penting serta menjadi acuan desa untuk menyusun RPJMDes berbasis pemanfaatan ruang dan potensi-potensi desa.
Tata ruang desa juga merupakan upaya desa untuk melakukan penataan ruang yang berkesinambunagan dan berkelanjutan.
Sejatinya tata ruang desa adalah upaya dari desa untuk menata, mengelolah, memanfaatkan dan mengendalikan pemanfaatan wilayah yang dimiliki oleh desa tersebut.