Ternate, HN – Ia hanya seorang penjual pentolan keliling di Ternate, Maluku Utara. Namanya Sutariyo (58 tahun). Pria asal Solo, Jawa Tengah ini berbagi cerita soal jatuh bangunnya bisa bertahan hidup di tanah rantau.
Ternate adalah kota yang ada dalam benaknya kala memilih harus merantau. Pilihan berat itu diambilnya untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarga kecilnya.
Tahun 2000, Sutariyo tiba di Ternate. Pada saat itu, Maluku Utara masih tampak dalam suasana tegang karena belum lama terjadi konflik horizontal.
Perlahan, ia berusaha untuk menyusaikan diri dengan kondisi dan situasi kota kecil ini. Menggunakan sepeda tua, Sutariyo kemudian berkeliling dengan menjual pentol bakso.
“Selagi kaki saya masih kuat sepeda ini akan terus berjalan mengelilingi lorong-lorong kecil yang ada di kota ini, namun dengan seringnya waktu berjalan saya bersyukur allhamdulillah, telah memiliki sebuah sepeda motor untuk membantu mengangkut gerobak berisi pentolan,” kenangnya.
Ia mengisahkan, sejak 20 tahun di Ternate, ia hanya berjualan pentol bakso. Semua itu dilakukanya hanya untuk kebutuhan hidup bersama istri dan anaknya.
“Hasil dari dagang ini juga untuk keperluan anak putri yang saat ini sedang menempuh pendidikan di salah satu universitas yang ada di Solo,” ucapnya.
Ia mengaku, kerap menjajakan pentol baksonya di kompleks BTN Simpang Lima, sejak pukul 10.00 hingga pukul 17.00 waktu setempat. Rumahnya memang juga tak jauh dari lokasi jualannya.
“Seperti biasa per tusuk pentolan saya jual Rp 1000 dan selalu terjual habis setiap hari kalau ramai,” ungkapnya.
Ia lantas menitip pesan kepada siapa saja yang sedang merintis jalan usaha.
“Ya kalau kita hanya sebagai pedagang kecil seperti ini memang gitu, kita tak perlu patah semangat, hidup ini kan pasti ada cobaan maupun rintangan, apa yang kita dapat itulah usaha dan kerja keras kita. Pokoknya harus tetap semangat, berdoa dan kerja keras,” tukasnya.